Kamis, 02 Oktober 2008

FISIKA DASAR (HITUNG VEKTOR)

FISIKA DASAR

Pengantar

Fisika adalah pelajaran yang sangat menyeramkan. Tiulah sebagian anggapan orang bila mendengar tentang fisika. Tapi sesungguhnya bila kita ketahui, sesungguhnya semua yang kita lakukan merupakan kegiatan fisika. Seperti berjalan, naik mobil, dll.

Dalam bahasan fisika dasar ini, akan di bagi/dipisahkan dalam setiap sub judulnya, untuk mempermudah dalam penyampaiannya! :)

Di web page bagian ini, akan ada materi-materi tentang Islam dan Budaya Lokal yang telah saya ketahui dari perkuliahan. Yang saya tambah dibeberapa bagian.

Materi by : Dwi Sabdo, M.Si

HITUNG VEKTOR

Berapa besarnya? Ke mana arahnya?

Anda sedang bepergian. Tiba-tiba ponsel anda berdering. Setelah anda mengang-katnya ternyata telepon dari ibu anda di rumah yang menanyakan keberadaan atau posisi anda saat itu. Lalu anda katakan bahwa anda berada di suatu tempat yang berjarak 30 km dari kota Yogyakarta. Cukupkah apa yang anda sampaikan itu bagi ibunda sehingga beliau benar-benar mengetahui keberadaan anda saat itu? Betul sekali ... informasi yang anda berikan belumlah mencukupi. Klaten, Parangtritis, Muntilan, ... semuanya berjarak tiga puluh kilometer dari kota Yogyakarta. Tempat yang berjarak tiga puluh kilometer dari kota Yogya tidak hanya satu. Banyak sekali. Bahkan sebanyak titik-titik pada lingkaran yang berjari-jari 30 km. Ibu anda masih membutuhkan satu informasi lagi. Apa itu? Arah. Sekali lagi ... arah. Jika saat itu anda berada di antara Yogya dan Wonosari, maka anda katakan “Saya ada di suatu tempat yang berjarak 30 km dari kota Yogya ke arah tenggara.“ Maka ibu anda akan segera memahami di manakah anda berada.

Demi keselamatan kapalnya, seorang nahkoda kapal perlu menyampaikan berbagai informasi tentang kapalnya kepada navigator. Terutama ketika sedang berlayar di wilayah yang kedalaman lautnya sangat bervariasi atau di perairan tempat pulau-pulau karang bertebaran. Informasi yang disampaikan berkaitan bukan saja dengan posisi kapal melainkan juga kecepatannya. Pemberitahuan dari nahkoda kapal bahwa kapalnya sedang bergerak dengan laju 60 knot belumlah cukup bagi seorang navigator. Ada satu hal yang masih diperlukan, yakni arah pergerakan kapal.

Mungkin anda sudah bosan dengan tata letak perkakas di kamar tidur anda. Maka anda perlu merubahnya. Tetapi jangan lupa untuk selalu memperhitungkan pencahayaan dan pengudaraan agar anda merasa nyaman selama anda berdiam di sana. Untuk merubah letak perabot-perabot kamar, anda tidak dapat melakukannya sendirian sebab ada perabot-perabot yang cukup berat untuk diangkat ataupun didorong sendirian. Anda memerlukan bantuan orang lain, misalnya adik, kakak, bapak ataupun ibu anda. Ketika anda memberi komando kepada mereka untuk melakukan dorongan, maka tidak cukup kalau anda hanya mengatakan,“Dorong yang keras!“. Sebab bisa jadi dorongan yang mereka lakukan justru melawan dorongan yang anda berikan. Anda perlu mengatur kemana mereka harus melakukan dorongan. Jadi, sekali lagi, arah sangat menentukan.

Posisi, kecepatan dan dorongan atau gaya adalah besaran-besaran yang bukan saja ditentukan oleh besarnya (atau magnitude-nya), namun juga ditentukan oleh arahnya. Ketiganya termasuk besaran vektor. Ada dua pertanyaan yang selalu terkait dengan besaran vektor, yakni “Berapa besarnya?“ dan “Ke mana arahnya?“ Jika kedua pertanyaan itu semuanya telah berhasil anda jawab, maka anda telah memberikan informasi yang lengkap tentang besaran vektor yang anda sebutkan. Khusus untuk vektor yang besarnya nol, arah tidak begitu penting. Vektor yang besarnya nol disebut vektor nol dan dituliskan sebagai 0.

Sebuah besaran vektor dituliskan dengan huruf tebal. Besaran vektor posisi, misalnya, dituliskan dengan r, kecepatana dengan v, gaya dengan F, dan lain sebagainya. Bila A suatu besaran vektor, maka besar atau panjang dari A ditulis sebagai A atau |A|.

Untuk memudahkan, biasanya sebuah besaran vektor digambarkan (divisualisasikan) dengan sebuah anak panah. Panjang anak panah menunjukkan besar (magnitude) besaran vektor itu dan arah anak panah menunjukkan arah besaran vektor itu (lihat gambar 3.1). Dua anak panah dalam gambar 3.1 menggambarkan besaran vektor V dan dan besaran vektor W. Bila dimensi dari V dan W sama, maka kedua vektor itu dapat dibandingkan. Dalam gambar 3.1 anak panah yang mewakili W terlihat dua kali lebih panjang dibandingkan dengan anak panah yang mewakili V. Hal ini menunjukkan bahwa besar vektor W dua kali besar vektor V. Arah kedua anak panah itu sama, menandakan bahwa arah besaran vektor V sama dengan arah besaran vektor W.




Kesamaan dua besaran vektor

Jarak dari kota Klaten ke kota Yogya sama jauhnya dengan jarak Parangtritis ke kota Yogya. Namun kedua tempat itu memiliki posisi yang berbeda bila diukur dari kota Yogya karena kota Klaten berada di sebelah timur kota Yogya, sedangkan Parangtritis berada di sebelah selatan. Kota Kalasan pun berada di sebelah timur kota Yogya. Tetapi, karena jarak kota Kalasan ke kota Yogya kurang lebih hanya 10 km, maka posisi kota Kalasan berbeda dari posisi kota Klaten.

Ketika nahkoda kapal mengatakan bahwa kapalnya berada pada 105o BT dan 8o LS serta memiliki kecepatan 200 knot ke arah barat daya akan ditanggapi dengan agak santai oleh sang navigator sebab ia tahu bahwa kapal tersebut sedang berlayar menuju ke laut lepas. Berbeda halnya bila sang nahkoda memberi tahu bahwa kapalnya berada pada posisi tersebut di atas tetapi berlayar dengan kecepatan 200 knot ke arah timur laut. Informasi ini membuat sang navigator was-was sebab dari posisi itu ke arah timur laut terdapat pulau-pulau karang kecil yang sering tidak tampak di permukaan ketika laut sedang pasang. Anda melihat sendiri bahwa arah sangat berpengaruh dalam navigasi. Meskipun dua laporan sang nahkoda itu menyebutkan kelajuan yang sama, yakni sama-sama 200 knot, namun karena arahnya berbeda, maka sang navigator memberi tanggapan yang berbeda.

Dua buah besaran dikatakan sematra bila keduanya memiliki dimensi yang sama. Dua buah besaran yang sematra dapat dibandingkan satu dengan yang lain. Dari kedua contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa dua buah besaran vektor yang sematra dikatakan sama bila baik besar (magnitude) maupun arahnya sama. Dengan kata lain, dua buah besaran vektor yang sematra dikatakan sama bila kedua pertanyaan “Berapa besarnya?“ dan “Ke mana arahnya?“ memiliki jawaban yang sama kalau diterapkan untuk kedua besaran itu.

Sebuah besaran (entah itu skalar maupun vektor) dikatakan konstan atau tetap bila besaran itu tidak berubah meskipun waktu terus berjalan. Jadi, suatu besaran skalar dikatakan konstan jika besarnya tidak berubah dengan berjalannya waktu. Cukup itu saja. Bagaimana dengan besaran vektor? Karena besaran vektor menyangkut dua aspek, yakni besar dan arah, maka suatu besaran vektor dikatakan konstan bila baik besar maupun arah besaran vektor itu tidak berubah. Posisi kota Klaten merupakan besaran vektor yang konstan. Tetapi posisi bus jurusan Yogya-Surabaya yang sedang melakukan perjalanan merupakan besaran vektor yang tidak konstan. Sebuah benda yang bergerak melingkar beraturan memiliki kelajuan yang sama, tetapi arahnya selalu berubah (lihat gambar 3.2). Oleh karena itu, benda itu memiliki kecepatan yang tidak tetap, meskipun besarnya kecepatan yang dimiliki oleh benda itu sama sepanjang waktu. Pada saat benda berada




pada posisi yang ditunjukkan oleh vektor posisi r1 benda memiliki kecepatan v1. Pada saat di posisi r2 benda memiliki kecepatan v2. Di posisi r3 benda memiliki kecepatan v3. Laju atau besarnya kecepatan benda pada masing-masing posisi itu sama. Tetapi karena arah kecepatan pada ketiga posisi itu berbeda, maka harus dikatakan bahwa kecepatan benda pada ketiga posisi di atas berbeda, yakni secara matematis ditulis sebagai

v1v2 v3.

Penjumlahan vektor

Sekarang andaikan anda menggeser ember dari suatu tempat di lantai kamar tengah anda yang ditandai dengan huruf Y ke suatu tempat yang ditandai dengan huruf K. Maka dari titik Y ember itu sekarang memiliki posisi yang diwakili oleh vektor posisi rK (lihat gambar 3.3). Bila kemudian anda menggesernya lagi sehingga ember itu berada pada titik yang ditandai dengan huruf P, maka ember itu sekarang terlihat memiliki posisi rP bila diukur dari titik Y dan rRK bila diukur dari ttik K. Jadi, posisi rP diperoleh dari posisi rK dengan menggeser ember sejauh rPK. Maka dikatakan bahwa vektor posisi rP merupakan hasil penjumlahan dari vektor rK dengan vektor pergeseran rPK dan ditulis sebagai

rP = rK + rPK (3.1)




Secara umum bila V dan W dua buah besaran vektor yang sematra, maka hasil jumlahan besaran vektor V dan besaran vektor W adalah besaran vektor V + W yang juga sematra baik dengan besaran vektor V dan W. Vektor V + W secara diagram diperoleh dengan cara sebagai berikut : Pertama, menggeser vektor W (tanpa merubah arah) sedemikian rupa sehingga pangkal vektor W menempel pada ujung vektor V. Kedua, vektor V + W adalah vektor yang berpangkal pada pangkal vektor V dan berujung pada ujung vektor W (lihat gambar 3.3).




Gambar 3.3 Penjumlahan vektor

Gambar 2.4 menunjukan penjumlahan W + V. Dari gambar 2.3 dan 2.4 diperoleh gambar 2.5. Gambar 2.5 memperlihatkan bahwa vektor W + V sama dengan vektor V + W atau

V + W = W + V. (3.2)

Dengan kata lain, penjumlahan vektor bersifat komutatif.




Gambar 3.4




Gambar 3.5

Tetapi ... tunggu! Bagaimana cara menentukan besar dan arah vektor V + W? Tidak sulit. Sungguh! Andaikan q adalah sudut yang dibentuk oleh vektor V dan vektor W (lihat gambar 2.6)




Gambar 3.6

Berdasarkan teorema Phytagoras, |V + W| (yakni besarnya vektor V + W) memenuhi persamaan

|V + W|2 = l2 + L2.

Padahal l diberikan oleh l = Vsin q dan L oleh L = W + V cos q, dengan V = |V| dan W = |W| berturut-turut merupakan besar vektor V dan W. Oleh karena itu

|V + W|2 = l2 + L2

= (V sin q)2 + (W + V cos q)2

= V2 sin2 q + W2 + 2WV cos q + V2 cos2 q.

Karena V2 sin2 q + V2 cos2 q = V2 (sin2 q + cos2 q) = V2 (Masih ingatkah anda bahwa sin2 q + cos2 q = 1?), maka

| V + W |2 = V2 + W2 + 2WV cos q.

Jadi, didapatkan

|V + W| =. (3.3)

Jadi, secara umum, berlaku |V + W| ¹ V + W. Bila sudut q = 0° (yakni bila vektor V sejajar dengan vektor W), maka cos q = 1. Dalam kasus ini tentu saja | V + W | = V + W. Bila q = 90° (yakni bila vektor V tegak lurus terhadap vektor W), maka cos q = 0. Dalam hal ini berlaku teorema Phytagoras | V + W |2 = V2 + W2.

Gambar 2.6 memperlihatkan kepada kita bahwa arah vektor V + W, yakni sudut a, dapat dihitung dari persamaan

sin a = (3.4)

cos a = . (3.5)

Perkalian vektor dengan skalar

Andaikan T dan K dua buah besaran vektor yang sematra dan keduanya searah satu dengan yang lain. Bedasarkan uraian di atas,

|T + K| = = T + K

dan vektor T + K membentuk sudut a terhadap vektor K sedemikian rupa sehingga

sin a =

cos a = .

Jadi vektor T + K searah dengan vektor T maupun vektor K. Bila besarnya vektor K duakali besarnya vektor T (yakni K = 2T), maka |T + K| = 3T. Jadi, T + K adalah sebuah vektor yang besarnya sama dengan 3T dan searah dengan vektor T maupun vektor K. Dalam hal ini kemudian kita tuliskan T + K = 3T. Sebaliknya, perhatikanlah bahwa besarnya vektor T (yakni T) memenuhi persamaan

T = |T + K|.

Dengan kata lain, besarnya vektor T sepertiga kali besarnya vektor T + K. Jadi, vektor T adalah sebuah vektor yang searah dengan vektor T + K dan besarnya sepertiga kali besar vektor T + K. Dalam hal ini ditulis

T = (T + K).

Sekarang andaikan vektor H adalah sebuah vektor yang arahnya berlawanan dengan vektor T dan besarnya tiga kali besar vektor T. Maka dengan mudah didapatkan bahwa vektor T + H adalah sebuah vektor yang panjangnya diberikan oleh

|T + H| = = = 2T.

Sudut yang dibentuk oleh vektor T + H dengan vektor T, yakni sudut a, dihitung dari persamaan (3.4) dan (3.5). Hasilnya

sin a = = 0

cos a = .

Kedua persamaan terakhir menunjukkan bahwa a = 180°, yakni bahwa vektor T + H berlawanan arahnya terhadap vektor T. Jadi, vektor T + H merupakan vektor yang besarnya dua kali besar vektor T sedang arahnya berlawanan terhadap vektor T. Dalam hal ini, secara matematis dituliskan T + H = − 2T.

Secara umum jika V sembarang besaran vektor dan l suatu skalar (bilangan riil), maka vektor lV adalah vektor yang didefinisikan sebagai berikut :

- jika l = 0, maka lV merupakan vektor nol,

- jika l <>lV adalah vektor yang arahnya berlawanan terhadap vektor V sedangkan besarnya |l| kali besar vektor V,

- jika l > 0, maka lV adalah vektor yang searah dengan vektor V sedangkan besarnya l kali besar vektor V.

Khususnya untuk l = −1, vektor −1V ditulis sebagai −V dan disebut sebagai lawan dari vektor V.

Andaikan a sebarang vektor (lihat gambar 3.7). Vektor satuan searah dengan a adalah vektor sa yang besarnya satu satuan searah dengan vektor a. Dapat ditunjukkan dengan mudah bahwa

sa = a, (3.6)

dengan a = |a|, yakni besarnya vektor a. Persamaan (3.6) menyatakan bahwa vektor sa merupakan perkalian vektor a dengan sekalar 1/a. Jadi, berdasarkan uraian sebelumnya, sa adalah sebuah vektor yang searah dengan vektor a dan besarnya 1/a kali besar vektor a, yakni

|sa| = |a| = .

Dari persamaan (2.6) terlihat bahwa a = asa.

Contoh-contoh

1. Kosmologi adalah cabang ilmu fisika yang mempelajari penciptaan alam semesta ini. Salah satu teori yang mashur dalam kosmologi adalah Teori Keadaan Tunak (steady state) . Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini tidak berubah atau konstan. Ini ber-

arti bahwa alam semesta ini tiada berawal (dan tiada berakhir). Akan tetapi seorang astronom bernama Edwin Hubble pada tahun 1929 dengan mempergunakan teropong terbesar di dunia (saat itu) menemukan bahwa masing-masing galaksi di sekeliling kita bergerak menjauhi kita dengan kecepatan yang sebanding dengan posisinya. Ini berarti bahwa semakin jauh suatu galaksi dari kita di bumi semakin cepat galaksi itu menjauhi kita. Jadi, alam semesta ini mengembang. Tidak statis seperti yang dipahami oleh Teori Keadaan Tunak. Secara matematis, bila rG vektor posisi galaksi diukur dari bumi dan vG kecepatannya (juga diukur dari bumi), maka berlaku

vG = H rG, (3.6)

dengan H adalah sebuah tetapan yang dikenal sebagai tetapan Hubble. Tetapan H merupakan tetapan positif (mengapa?).

2. Andaikan A dan B dua buah vektor sedemikian rupa sehingga A dan B membentuk sudut q dan a suatu skalar. Tunjukkanlah bahwa perkalian vektor dengan skalar bersifat distributif, yakni

a(A + B) = aA + aB!

Ada dua hal yang harus ditunjukkan, yaitu bahwa |a(A + B)| = |aA+ aB| dan bahwa a(A + B) searah dengan aA + aB. Dari definisi perkalian vektor dengan skalar, diketahui bahwa |aA| = |a|A dan |aB| = |a|B. Dari persamaan (3.3) didapatkan

|a(A + B)| =|a|| A + B | = |a|

dan

|aA + aB)| =

=

= |a|.

Kedua persamaan ini menunjukkan bahwa |a(A + B)| = |aA+ aB|. Bahwa a(A + B) searah dengan aA + aB dapat ditunjukkan dengan menghitung sudut yang dibentuk oleh vektor aA + aB dengan vektor A dan sudut yang dibentuk oleh vektor a(A + B) dengan vektor A. Pertama, andaikan a positif. Maka aA searah dengan A. Oleh karena itu, sudut antara A dan aA + aB sama dengan sudut antara aA dan aA + aB. Bila sudut yang dimaksud ditulis sebagai j, maka berdasarkan persamaan (3.4) dan (3.5) didapatkanlah

sin j = =

cos j = = .

Karena a positif, maka a(A + B) searah dengan (A + B). Oleh karena itu, sudut antara A dan a(A + B) sama dengan sudut antara A dan (A + B). Bila sudut ini dituliskan sebagai b, maka tentu saja

sin b =

cos b = .

Jadi, j = b. Artinya, sudut yang dibentuk oleh vektor aA + aB dengan vektor A sama dengan sudut yang dibentuk oleh vektor a(A + B) dengan vektor A. Atau dengan kata lain lagi, a(A + B) searah dengan aA + aB. Bagaimanakah jika a negatif? Hasilnya sama saja.

Penguraian vektor

Perhatikanlah vektor F dalam gambar 3.8 (a). Gambar 3.8 (b) menunjukkan bahwa vektor F merupakan jumlahan antara vektor R dan vektor S, yakni F = R + S. Tetapi, gambar 3.8 (c) juga menunjukkan bahwa vektor F merupakan jumlahan dari vektor X dan vektor Y. Apa hanya itu? Adakah sepasang vektor yang lain sedemikian rupa sehingga jumlahan pasangan itu sama dengan vektor F? Ada! Lihatlah gambar 3.8 (d)! Di sana ditunjukkan bahwa vektor F juga merupakan jumlahan dari vektor A dan vektor B.

Dalam gambar 3.8 (b) dikatakan bahwa vektor F diuraikan atas vektor S dan vektor R. Dalam gambar 3.8 (c) vektor F diuraikan atas vektor X dan vektor Y. Sedang dalam gambar 3.8 (d) vektor F yang sama diuraikan atas vektor A dan vektor B. Jadi, terdapat sekian banyak (tak terhingga jumlahnya) pasangan vektor-vektor atas mana vektor F dapat diuraikan. Oleh karena itu, penguraian vektor atas dua vektor yang lain dikatakan tidak tunggal. Sekarang perhatikkan gambar 3.9! Gambar tersebut memperlihatkan kembali penguraian vektor F atas vektor A dan vektor B sebagaimana




telah diperlihatkan dalam gambar 3.8 (d). Hanya saja, dalam gambar 3.9 itu, vektor B diuraikan atas vektor C dan D. Jadi, kita dapatkan

F = B + A = C + D + A.

Jadi, vektor F merupakan hasil jumlahan vektor-vektor C, D dan A. Dengan kata lain vektor F diuraikan atas vektor-vektor C, D dan A. Situasi ini digambarkan secara lebih jelas oleh gambar 3.30.




Baik vektor C, vektor D maupun vektor A dalam gambar 3.30 masih dapat diuraikan menjadi vektor-vektor yang lain. Jadi, sebuah vektor dapat diuraikan atas sekian banyak vektor.

Contoh-contoh

1. Sebuah vektor F memiliki panjang 20 satuan. Vektor tersebut diuraikan atas dua buah vektor (katakanlah vektor A dan vektor B) sedemikian rupa sehingga vektor A membentuk sudut 45° dengan vektor F! Bila panjang vektor A 25 satuan berapakah panjang vektor B? Berapakah sudut yang dibentuk oleh vektor B dengan vektor F?




Untuk menyelesaikan masalah ini perhatikan gambar 3.31. Gambar tersebut memperlihatkan situasi seperti yang disebutkan di atas. Bandingkan gambar 3.31 ini dengan gambar 3.6!

Dari persamaan (3.4) dan (3.5) didapatkan

sin 45° = = =

dan

cos 45° = = = .

Dari kedua persamaan terakhir ini didapatkan

10 = B sin q

dan

10 - 25 = B cos q.

Oleh karena itu

tg q = = -1,302

Maka sudut q yang memenuhi persamaan terakhir ini ada dua yakni q = 127,516° dan q = - 52,484°. Untuk q = 127,516° diperoleh

B = satuan.

Untuk q = - 52,484°, situasinya diperlihatkan oleh gambar 3.32. Bila B dihitung, maka didapatkanlah

B = satuan.

Tanda negatif menunjukkan bahwa vektor B seharusnya memiliki arah yang berlawanan terhadap vektor B yang digambarkan dalam gambar 3.32 itu. Jadi, vektor B yang didapatkan untuk

q = - 52,484° sama dengan vektor B yang didapatkan untuk q = 127,516°.

2. Penguraian sebuah vektor atas dua buah vektor yang saling tegak lurus banyak ditemukan dalam berbagai masalah. Untuk itu, andaikan vektor F pada contoh sebelumnya diuraikan atas dua buah vektor lain (katakanlah vektor A’ dan vektor B’) sedemikian rupa sehingga vektor A membentuk sudut 90° dengan vektor B’! Bila panjang vektor A’ 15 satuan, berapakah panjang vektor B’? Berapakah sudut yang dibentuk oleh vektor A’ dengan vektor F’?




Situasi permasalahan ini diperlihatkan dalam gambar 3.33. Berdasarkan gambar itu, tampak bahwa

A = F sin a.

Oleh sebab itu tentu saja

cos a = A/F = 15/20 = 0,75,

yakni a = 41,41°. Panjang vektor B diberikan oleh

B = F sin a = 20 sin 41,41° = 13,23 satuan.

Hasilkali skalar

Andaikan dua buah vektor, yakni vektor V dan vektor W, membentuk sudut q sebagaimana yang diperlihatkan dalam gambar 3.34

Hasilkali skalar dari vektor V dan vektor W adalah sebuah skalar yang ditulis sebagai VW yang nilainya diberikan oleh

VW = |V||W| cos q. (3.7)

Sekali lagi, VW adalah sebuah skalar yang diperoleh dari vektor V dan vektor W. Selain ditulis sebagai VW, hasilkali skalar dari vektor V dan vektor W dalam beberapa buku juga ditulis sebagai (V,W) atau (V|W) atau áV,Wñ atau áV|Wñ. Hasilkali skalar sering pula disebut sebagai produk skalar.

Berikut beberapa sifat hasilkali skalar :

1. Hasil kali skalar bersifat komutatif :

VW = WV. (3.8)

2. Hasilkali skalar bersifat linier : bila U suatu vektor yang lain, maka untuk sebarang skalar a dan b berlaku

V•(aW + bU) = a(VW) + b(VU). (3.9)

3. Bila V dan W tegak lurus, maka VW = 0.

4. Bila sA vektor satuan searah dalam arah vektor A, maka sAV merupakan proyeksi tegaklurus vektor V ke arah vektor A sebab berdasarkan definisi di atas

sAV = |sA||V| cos w = |V| cos w.




Hasilkali vektor

Sekali lagi andaikan V dan W dua buah vektor sebarang dan keduanya membentuk sudut q.

Hasilkali vektor atau produk vektor dari vektor V dan W adalah sebuah vektor yang hendak ditulis sebagai V´W. Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bab ini, untuk mengetahui vektor V´W perlu diajukan dua pertanyaan : Berapa besarnya? Ke mana arahnya?

1. Berapa besar V´W? Besar vektor V´W diberikan oleh persamaan berikut

|V´W| = |V||W| sin q. (3.10)

2. Ke manakah arah V´W? Arah vektor V´W diperlihatkan oleh gambar 3.36.


Dalam gambar 3.36 arah V´W tegaklurus baik terhadap vektor V maupun terhadap vektor W. Arahnya ditentukan dengan meletakkan sebuah sekerup putar kanan sedemikian rupa sehingga tegkalurus baik terhadap vektor V maupun terhadap vektor W dan memutarnya dari V menuju ke W. Arah maju sekerup adalah arah vektor V´W.

Berikut adalah sifat-sifat hasilkali vektor :

1. Hasilkali vektor bersifat antikomutatif : Untuk sembarang pasangan vektor V dan W berlaku W´V = - V´W. Artinya, vektor W´V merupakan vektor yang besarnya sama dengan vektor V´W namun arahnya berlawanan terhadap arah vektor V´W. Hal ini diperlihatkan oleh gambar 3.37.

2. Bila V dan W paralel, maka V´W = 0.

3. Hasilkali vektor memenuhi identitas Jacobi :

Untuk sembarang tiga vektor V, W dan U berlaku :

(V´W) ´U + (W´U) ´V + (U´V) ´W = 0.

4. Hasilkali vektor bersifat linier :

Bila V, W dan U sembarang tiga vektor, maka untuk sebarang skalar a dan b berlaku

V´ (aW + bU) = a(V´W) + b(V´U). (3.11)

“Kenalilah dunia. Tetapi jangan bersedih jika ternyata dunia tak mengenal anda.”

(Kong Fu Tse)

Tidak ada komentar: