Kamis, 02 Oktober 2008

FISIKA DASAR (GERAK LURUS DAN GERAK PADA BIDANG)

FISIKA DASAR

Pengantar

Fisika adalah pelajaran yang sangat menyeramkan. Tiulah sebagian anggapan orang bila mendengar tentang fisika. Tapi sesungguhnya bila kita ketahui, sesungguhnya semua yang kita lakukan merupakan kegiatan fisika. Seperti berjalan, naik mobil, dll.

Dalam bahasan fisika dasar ini, akan di bagi/dipisahkan dalam seyiap sub judulnya, untuk mempermudah dalam penyampaiannya!

Di web page bagian ini, akan ada materi-materi tentang Islam dan Budaya Lokal yang telah saya ketahui dari perkuliahan. Yang saya tambah dibeberapa bagian.

Materi by : Dwi Sabdo, M.Si

GERAK LURUS DAN GERAK PADA BIDANG

Dalam bab ini kita akan mempelajari fenomena gerak tanpa memperhatikan penyebabnya. Jadi, dalam bab ini kita akan mempelajari kinematika. Ada beberapa tujuan yang ingin kita capai. Pertama, agar kita memahami gerak dengan kecepatan konstan dan gerak dengan percepatan konstan. Kedua, agar kita memahami gerak melingkar dengan laju konstan. Ketiga, agar kita dapat menganalisa gerak (lurus, melingkar, parabola) dengan menggunakan vektor.

Posisi dan Kerangka Acuan

Gambaran yang di ungkapkan pada awal bab ini memperlihatkan bahwa harus ada acuan yang disepakati dalam pembicaraan tentang gerak. Bila acuan ini telah disepakati maka tidak akan terjadi kesimpang-siuran. Kesepakatan dalam kinematika yang sangat menentukan adalah kesepakatan tentang kerangka acuan untuk menentukan posisi benda yang bergerak. Kesepakatan mengenai kerangkan acuan menyangkut beberapa hal. Yang pertama, titik manakah yang kita katakan sebagai titik nol. Yang kedua, bagaimana menentukan sumbu koordinat. Untuk sementara kita cukup memahami yang pertama saja.

Telah dikatakan pada bab sebelumnya bahwa posisi adalah besaran vektor. Orang menyebutnya vektor posisi. Ujung vektor posisi menunjukkan titik atau posisi yang dimaksud oleh vektor posisi itu. Yang khas dari sebuah vektor posisi adalah ketergantungannya pada titik pangkal. Dua vektor posisi yang arah dan besarnya sama tidak harus menunjuk posisi yang sama. Kedua vektor posisi itu menunjuk ke posisi yang sama bila titik pangkalnya sama. Sebaliknya, sebuah titik atau posisi dapat pula ditunjuk oleh dua vektor posisi yang berbeda titik pangkalnya.

Contoh : Perhatikan lantai ruang kelas anda. Kita akan membicarakan posisi-posisi atau titik-titik padanya. Andaikan r1 vektor posisi yang berpangkal di titik pojok depan sebelah kanan dan memiliki panjang 2,0 meter dengan arah 15° dari dinding depan (lihat gambar 4.1). Dengan mudah anda bisa menentukan titik yang mana di lantai kelas anda yang ditunjuk oleh vektor posisi r1. Andaikan r2 vektor posisi yang arah dan besarnya sama dengan r1. Bila pangkal r2 adalah titik di lantai tepat di bawah gambar presiden RI, maka dengan mudah pula anda dapat menentukan titik yang mana yang ditunjuk oleh vektor r2 itu. Anda akan menemukan bahwa masing-masing vektor posisi itu menunjuk posisi atau titik yang berbeda di lantai.


Sekarang perhatikan titik yang berada tepat di tengah lantai kelas anda. Katakan titik itu titik P. Untuk menunjuk posisi titik P itu, banyak vektor posisi dengan titik pangkal yang berbeda-beda yang dapat digunakan. Misalkan vektor posisi yang berpangkal di titik pojok depan sebelah kanan dan berujung di titik P. Contoh lain adalah vektor yang berpangkal di titik pojok belakang sebelah kiri dengan ujung di titik P itu. Dan setiap titik sepanjang pinggiran lantai dapat menjadi titik pangkal vektor yang berujung di titik P. Bukan hanya itu, setiap titik di atas lantai dapat menjadi titik pangkal sebuah vektor yang ujungnya menunjuk titik P. Lalu vektor yang manakah yang harus digunakan untuk menunjuk titik P itu?

Contoh di atas memberitahu kita betapa pentingnya menyepakati titik pangkal bagi vektor-vektor posisi. Manfaat kesepakatan itu adalah agar tidak ada kesimpang-siuran dalam menentukan posisi suatu titik atau suatu benda. Dari contoh di atas, sesuatunya akan menjadi pasti, misalkan bila kita sepakati bahwa posisi-posisi selalu diukur/ditentukan dari titik pojok depan sebelah kanan. Menyepakati titik pangkal pengukuran posisi sama artinya dengan menyepakati kerangka acuan. Sebuah benda akan memiliki posisi yang berbeda bila diukur dari kerangka acuan yang berbeda. Kesepakatan mengenai titik pangkal pengukuran posisi ternyata bukan saja mengatasi masalah kesimpang-siuran pengukuran posisi, tetapi juga mengatasi masalah “siapa yang bergerak“ sebagaimana dicontohkan pada awal bab ini.

Gerak Lurus

Sebuah benda dikatakan bergerak lurus bila lintasannya berupa garis lurus. Dalam kasus ini titik pangkal pengukuran posisi disepakati sebagai salah satu titik yang ada di sepanjang lintasan itu. Bila lintasan yang berupa garis lurus itu dibayangkan sebagai sumbu-x, maka titik pangkal pengukuran posisi disepakati sebagai titik x = 0. Vektor satuan pada sumbu-x adalah vektor i yang arahnya ke arah sumbu-x positif. Jadi, vektor posisi suatu titik dengan koordinat x = 25 adalah vektor 25 i. Titik dengan koordinat x = −3, memiliki vektor posisi −3 i.

Contoh 1 : Pernah ke Yogyakarta? Di sana ada jalan Malioboro. Selain itu, ada pula Tugu Yogya. Jalan lurus yang memanjang dari Tugu ke selatan adalah jalan Mangkubumi. Jalan Mangkubumi berujung di rel kereta api Stasiun Tugu. Setelah rel itu, tetap lurus ke selatan, adalah jalan Malioboro hingga di perempatan BNI 46. Jadi jalan Mangkubumi plus jalan Malioboro merupakan jalan yang panjang dan cukup lurus. Sekarang, andaikan anda naik sepeda angin di sepanjang jalan itu. Untuk membicarakan posisi sepeda anda kita harus menyepakati sebuah titik pangkal lebih dahulu. Andaikan kita sepakati bahwa perpotongan antara jalan Mangkubumi+Malioboro dengan rel kereta api sebagai titik pangkal. Maka posisi sepeda anda akan mudah dibicarakan. Bila anda berada di depan kantor DPRD DIY, maka kita katakan bahwa anda berada 200 meter di sebelah selatan titik pangkal. Bila anda berada di depan kantor harian KR, maka kita katakan bahwa anda berada 300 meter di sebelah utara titik pangkal. Akan lebih mudah lagi bila kita anggap jalan Mangkubumi+Malioboro sebagai sumbu-x dengan sekala 1 meter. Dan yang telah kita sepakati sebagai titik pangkal kita tetapkan sebagai titik x = 0. Jadi perpotongan rel kereta api dengan jalan Mangkubumi+Malioboro adalah titik x = 0. Persoalan berikutnya adalah menentukan ke mana arah sumbu-x positif (dan sekaligus juga ke mana arah negatifnya). Ini juga membutuhkan kesepakatan kita. Bila arah selatan kita sepakati sebagai arah positif (kebetulan kedua jalan yang tersambung itu sama-sama jalan searah ke arah ke selatan), maka posisi anda yang sedang berada di depan kantor DPRD DIY cukup ditulis sebagai 200 i dan posisi anda yang sedang berada di depan kantor KR cukup ditulis – 300 i.

Kecepatan rata-rata dan kecepatan sesaat

Sekarang, kita tinjau sebuah mobil barang yang bergerak lurus sepanjang sumbu-x. Karena bergerak, maka posisinya berubah seiring dengan berubahnya waktu. Jadi, posisi mobil itu merupakan fungsi waktu dan ditulis sebagai r(t) = x(t) i. Persamaan terakhir ini menunjukkan bahwa vektor posisi mobil itu, yakni r(t), dapat dihitung bila koordinat benda itu, yakni x(t), diketahui. Oleh karena itu cukuplah hanya menghitung koordinatnya saja sebagai fungsi waktu.

Misalkan benda tersebut berada pada posisi r(t1) = x(t1) i pada saat t1 dan berada pada posisi r(t2) = x(t2) i pada saat t2, dengan t1< t2. Kecepatan rata-rata benda itu pada selang waktu antara t1sampai t2 ditulis sebagai vrat dan didefinisikan oleh

vrat = [r(t2) r(t1)]/(t2t1) = [x(t2)i x(t1)i]/(t2t1) = i. (4.1)

Vektor r(t2) r(t1) disebut vektor pergeseran. Bila Dr = r(t2) r(t1) dan Dt = t2t1, maka vrat = Dr/Dt. Jadi, kecepatan rata-rata benda itu dari saat t1 sampai dengan t2 adalah perbandingan antara vektor pergeseran dengan selang waktu yang dibutuhkan untuk pergeseran itu, yakni selang waktu t2t1. Satuan kecepatan rata-rata adalah satuan panjang dibagi satuan waktu. Oleh karena itu kecepatan rata-rata berdimensi [L][T]-1 . Laju rata-rata adalah besarnya kecepatan rata-rata.

Contoh 2 : Kembali ke jalan Malioboro. Andaikan pada jam 13.00 anda berada pada posisi –250 i (yakni 250 meter di sebelah utara rel) dan berada pada posisi 470 i (yakni 470 meter di sebelah selatan rel) pada jam 13.03. Dalam hal ini x(t1) = –250 meter dan x(t2) = 470 meter, sedang t2t1 = 3 menit = 3×60 detik. Kecepatan rata-rata sepeda anda dari jam 13.00 sampai dengan jam 13.03 adalah

vrat = i = i = i = 4 i meter perdetik.

Jadi, laju rata-rata sepeda tersebut dari pukul 13.00 sampai 13.03 adalah 4 meter perdetik.

Contoh 3 : Seekor lalat terbang lurus ke arah timur dari ujung tunas sebuah pohon. Andaikan t = 0 ketika lalat itu tepat meninggalkan ujung tunas. Dand andaikan pula ujung tunas itu sebagai titik pangkal dan arah timur sebagai arah posistif sumbu-x. Setelah diukur dengan teknik tertentu, didapatkan grafik 4.1 yang menggambarkan koordinat lalat tersebut sebagai fungsi waktu. (a) Berapakah kecepatan rata-rata lalat itu dari saat t1 = 5 dt sampai dengan t2 = 10 dt? (b) Sebutkanlah dua titik waktu katakanlah t3 dan t4 sedemikian rupa sehingga kecepatan rata-rata lalat dari t3 sampai t4 sama dengan nol! (c) Pernahkah lalat itu terbang kembali ke arah barat?

Text Box: Koordinat  x (m)


Jawab :

(a) Koordinat lalat pada saat t1 = 5 dt ialah 5,65 meter. Oleh karena itu posisinya diberikan oleh r(t1) = 5,65 i. Koordinat lalat pada saat t2 = 10 detik ialah 2,5 meter. Maka posisinya diberikan oleh r(t2) = 2,5 i. Jadi r(t2) r(t1) = – 3,15 i meter dan Dt = t2t1 = 5 dt. Jadi, kecepatan rata-rata lalat dari t1 = 5 dt sampai dengan t2 = 10 dt ialah

(– 3,15 i meter)/(5 dt) = – 0,63 i meter/detik.

(b) Agar kecepatan rata-rata bernilai nol maka harus dicari dua titik waktu yang berbeda sehingga pada kedua titik waktu itu posisi lalat sama. Dua titik waktu yang dimaksud tentu saja banyak sekali. Satu contoh adalah t2 = 1 dt dan t3 = 22 dt. Pada kedua titik itu posisi lalat adalah 1,4 meter.

(c) Dari grafik terlihat bahwa dalam 30 detik pertama koordinat lalat maksimum adalah 5,8 meter. Karena arah ke timur adalah arah sumbu-x positif, maka dalam 30 detik pertama lalat terbang ke timur paling jauh adalah 5,8 meter. Dan titik paling timur ini dicapai oleh lalat kurang lebih pada saat t = 4,5 dt. Setelah titik waktu itu, koordinat lalat menurun, artinya posisi bergeser ke barat, sampai kurang lebih t = 27 dt. Jadi, lalat pernah terbang kemblai ke barat.

Kembali ke mobil barang. Andaikan pada saat t mobil itu berada pada posisi r(t) dan setelah selang waktu Dt kemudian berada pada posisi r(t + Dt) = x(t + Dt)i. Kecepatan rata-rata mobil barang itu dari saat t sampai dengan t + Dt adalah

vrat = [r(t + Dt) – r(t)]/ (t + Dt t) = i. (4.2)



Text Box: Koordinat  x (m)


Dari gambar 4.2 tampak bahwa faktor

=

merupakan gradien dari garis L. Maka semakin kecil Dt semakin dekat pula kedua selang waktu itu. Bila selang waktu Dt dipilih sekecil mungkin tetapi tidak sampai nol atau, dengan kata lain, Dt dilimitkan menuju nol, maka nilai x(t + Dt) pun mendekati nilai x(t), yakni Dx(t) = x(t + Dt) – x(t) juga menuju nol. (Perkataan “Dt menuju nol“ selalu diartikan bahwa Dt merupakan bilangan yang lebih kecil dari bilangan apapun). Oleh karena itu tidak perlu dikhawatirkan terjadinya pembagian dengan bilangan kecil sekali sehingga muncul ketakterhinggaan pada ruas kanan persamaan (4.2). Menuju nolnya Dt diimbangi oleh menuju nolnya Dx(t). Sehingga pembagian sebuah bilangan kecil dengan bilangan kecil yang lain tidak harus tak terhingga hasilnya. Proses ini dinamakan pengambilan limit dan ditulis sebagai

. (4.3)

Faktor yang diperlihatkan oleh persamaan (4.3) tidak lain merupakan gradien garis singgung pada kurva x(t) di titik t, yakni garis T pada gambar 4.2. Kecepatan rata-rata dengan Dt menuju nol disebut kecepatan sesaat pada saat t atau secara singkat kecepatan pada saat t. Jadi, kecepatan sesaat mobil barang itu pada saat t diberikan oleh

v(t) = i = i. (4.4)

Kecepatan sesaat mobil barang pada saat t tidak lain adalah perubahan posisi mobil barang itu tiap satu satuan waktu pada saat t. Bagian

v(t) = =

disebut laju koordinat atau komponen kecepatan ke arah sumbu-x. Oleh karena itu kecepatan sesaat dapat dituliskan sebagai v(t) = v(t) i.

Laju sesaat adalah besarnya kecepatan sesaat |v(t)|. Inilah yang diperlihatkan oleh jarum spedometer pada sepeda motor anda.

Contoh-contoh berikut akan membantu anda memahami bagaimana menghitung kecepatan sesaat (persamaan (4.4)).

Contoh 4 : Sebuah benda bergerak spanjang sumbu-x sedemikian rupa sehingga koordinatnya tergantung pada waktu menurut persamaan

x(t) = x0 + v0 t, (4.5)

dengan x0 merupakan suatu tetapan yang memiliki satuan meter dan v0 tetapan yang memiliki satuan meter/detik. (a) Hitunglah kecepatan rata-rata dari t hingga t + Dt dan kecepatan sesaat pada saat t! (b) Di manakah posisi awal benda itu, yakni posisi benda pada saat t = 0 detik?

Jawab :

(a) Berdasarkan persamaan (4.5), x(t + Dt) diberikan oleh

x(t + Dt) = x0 + v0(t + Dt) = x0 + v0t + v0Dt.

Oleh karena itu Dx(t) = x(t + Dt) ­– x(t) = x0 + v0t + v0Dtx0v0 t = v0Dt. Jadi, kecepatan rata-ratanya diberikan oleh

vrat = i = i = v0 i.

Tampak bahwa kecepatan rata-rata tidak tergantung pada t maupun Dt. Oleh karena itu seberapapun nilai t dan Dt (termasuk Dt yang menuju nol), kecepatan rata-ratanya tetap v0 i. Jadi, kecepatan sesaatnya diperoleh dengan mengambil Dt yang menuju nol. Tetapi, sekali lagi karena, Dx(t)/Dt = v0 tidak tergantung pada t dan Dt, maka kecepatan sesaatnya diberikan oleh v = v0 i. Jadi, benda yang bergerak sedemikian rupa sehingga posisinya tiap saat diberikan oleh r(t) = (x0 + v0t)i memiliki kecepatan sesaat yang konstant, yakni v0 i. Nilai komponen kecepatan ke arah sumbu-x sebagai fungsi waktu diperlihatkan oleh grafik 4.3.

(b) Pada saat t = 0, benda berada pada posisi r(0) = (x0 + v0.0)i = x0 i. Jadi, tetapan x0 merupakan koordinat benda pada saat t = 0.

Contoh 5 : Sebuah elektron bergerak sepanjang garis lurus dalam suatu medan listrik sedemikian rupa sehingga koordinatnya diberikan oleh

x(t) = x0 + v0t + bt2, (4.6)

dengan x0 merupakan suatu tetapan yang memiliki satuan meter, v0 tetapan yang memiliki satuan meter/detik dan b tetapan yang memiliki satuan meter/dt2. (a) Hitunglah kecepatan rata-rata elektron itu dari saat t hingga saat t + Dt dan kecepatan sesaat elektron itu pada saat t!

Jawab : Berdasarkan persamaan (4.6) didapatkan bahwa

x(t + Dt) = x0 + v0.(t + Dt) + b.(t + Dt)2

= x0 + v0.t + v0.Dt + b.(t2 + 2tDt + Dt2 )

= x0 + v0.t + v0.Dt + bt2 + 2btDt + bDt2.

Oleh karena itu

Dx(t) = x0 + v0.t + v0.Dt + bt2 + 2btDt + b(Dt)2 – (x0 + v0t + bt2)

= x0 + v0.t + v0.Dt + bt2 + 2btDt + b(Dt)2x0v0tbt2

= v0.Dt + 2btDt + b(Dt)2

= (v0 + 2bt)Dt + b(Dt)2

Kecepatan rata-rata dari saat t hingga saat t + Dt adalah

vrat = i = i = (v0 + 2bt + bDt)i.

Berbeda dengan kasus sebelumnya, seka-rang kecepatann rata-ratanya tergantung pada t dan Dt. Bila Dt dipilih sangat kecil sekali, maka suku bDt pada persamaan terakhir pun juga sangat kecil. Jika Dt dilimitkan menuju nol, maka bDt pun menuju nol, sehingga bisa dihapus dari ungkapan di atas. Sementara itu, suku-suku yang lain tidak terpengaruh oleh pengambilan Dt menuju nol ini. Kecepatan sesaatnya oleh karena itu diberikan oleh

v(t) = v(t) = (v0 + 2bt) i (4.7)

Pada saat t = 0, v(0) = v0. Jadi, v0i adalah kecepatan awal. Grafik 4.4 memperlihatkan v(t) sebagai fungsi waktu. Tampak bahwa laju koordinat bertambah secara linier dengan waktu. Tetapan 2b merupakan kemiringan garis v(t) = v0 + 2bt.

Percepatan rata-rata dan percepatan sesaat

Konsep yang tak kalah penting adalah konsep percepatan. Secara garis besar, percepatan adalah perubahan kecepatan persatu satuan waktu. Untuk itu kita tinjau sebuah benda yang bergerak sepanjang sumbu-x dengan kecepatan sesaat v(t) = v(t)i sebagaimana yang diberikan oleh persamaan (4.4). Percepatan benda itu hendak dituliskan sebagai a(t) dan didefinisikan sebagai

a(t) =[v(t + Dt) − v(t)]/Dt = i = i. (4.8)

Faktor

a(t) = =

disebut komponen percepatan ke arah sumbu-x. Jika a(t) positif, maka pada saat t benda bertambah cepat. Jika a(t) negatif, maka pada saat t itu benda bertambah lambat atau berkurang besar kecepatannya.

Contoh 6 : Kembali ke Contoh 4. Berapakah percepatan benda itu?

Jawab : Karena v(t) = v0, maka v(t+ Dt) = v0. Jadi, Dv = v(t+ Dt) − v(t) = v0v0 = 0. Oleh karena itu

a(t) = = 0.

Jadi, benda tidak mengalami percepatan atau, dengan kata lain, kecepatan benda tidak mengalami perubahan. Hal mudah ini dipahami kalau orang mengingat kembali grafik 4.3 yang memperlihatkan bahwa v(t) = v0.

Contoh 7 : Kembali ke Contoh 5. Berapakah percepatan benda itu?

Jawab : Dalam contoh lima didapatkan v(t) = v0 + 2bt. Dari ungkapan ini dengan mudah diperoleh

v(t+ Dt) = v0 + 2b(t+ Dt) = v0 + 2bt+ 2bDt.

Oleh karena itu Dv(t) = v0 + 2bt+ 2bDtv0 − 2bt = 2bDt dan Dv(t)/Dt = 2b. Karena Dv(t)/Dt = 2b tidak tergantung pada Dt, maka

a(t) = = 2b = 2b.

Dan tetapan 2b ini adalah kemiringan garis v(t) = (v0 + 2bt) pada grafik 4.4. Jadi percepatan benda itu adalah a(t) = 2bi. Benda itu memiliki percepatan konstan.




Gerak lurus beraturan (GLB)

Suatu benda dikatakan melakukan gerak lurus beraturan (GLB) jika kecepatannya konstan atau tetap. Karena kecepatan merupakan besaran vektor, maka tetapnya kecepatan membawa implikasi : baik arah maupun besarnya tetap. Akibatnya lintasan benda itu berupa garis lurus dan laju koordinatnya tetap. Gerak benda yang diceritakan pada Contoh 4 merupakan gerak GLB. Dari Contoh 4, secara umum koordinat benda

yang melakukan GLB, setiap saat diberikan oleh persamaan

x(t) = x0 + v0t, (4.10)

dengan x0 koordinat benda pada saat awal (t = 0). Tetapan v0 adalah laju koordinat benda itu. Jadi, kecepatan benda itu adalah v(t) = v0 i. Benda yang mengalami GLB tidak mengalami percepatan, a(t) = 0 sepanjang waktu t.

Selisih x(t) − x0 disebut jarak tempuh selama selang waktu t. Jadi, untuk GLB, jarak tempuh selama selang waktu t diberikan oleh

x(t) − x0 = v0t.

Ini tidak lain adalah luas wilayah yang diarsir pada grafik kecepatan (grafik 4.5).

Gerak lurus berubah beraturan (GLBB)

Sebuah benda dikatakan melakukan gerak lurus berubah beraturan bila percepatan benda itu tetap, yakni baik arahnya maupun besarnya. Elektron pada Contoh 5 memperlihatkan perilaku seperti ini. Pada Contoh 5 telah ditunjukkan bahwa elektron yang koordinatnya memenuhi persamaan x(t) = x0 + v0t + bt2 (yakni persamaan (4.6)) memiliki percepatan a(t) = 2bi. Selanjutnya agar lebih sederhana kita ganti saja lambang 2b dengan a, sehingga berlaku a(t) = ai dan b = a/2.

Jadi, secara umum sebuah benda yang melakukan GLBB dengan percepatan konstan sebesar a memiliki koordinat yang tergantung pada waktu menurut

x(t) = x0 + v0t + t2, (4.11)

dengan x0 koordinat benda itu pada saat t = 0 dan v0i adalah awal kecepatan benda (pada saat t = 0). Dari persamaan (4.7) dapat disimpulkan bahwa kecepatan benda tersebut berubah terhadap waktu menurut persamaan

v(t) = v(t)i = (v0 + at) i . (4.12)

Terlihat bahwa yang berubah hanyalah komponen kecepatannya, sedang arah kecepatan tidak berubah. Komponen kecepatan v(t) sebagai fungsi waktu diperlihatkan oleh grafik 4.6. Yang mena-rik dari grafik 4.6 adalah luas wilayah yang diarsir. Luas wilayah itu dengan mudah dapat dihitung sebagai beri-kut :

Luas total wilayah yang diarsir

= luas persegi panjang + luas segitiga

= v0 × t + (1/2)t × at

= v0 t + (1/2)at2.

Dari persamaan (4.11) terlihat bahwa

x(t) − x0 = v0t + t2 = luas total wilayah yang diarsir.

Jadi, jarak tempuh benda selama selang waktu dari 0 sampai t sama dengan luas wilayah pada grafik kecepatan (lebih tepatnya, grafik laju koordinat) yang di batasi oleh kurva v(t), sumbu-t, garis t = 0 serta garis yang tegak lurus pada sumbu-t melalui titik t. Kesimpulan ini telah kita dapati pula untuk GLB. Apakah hal ini juga berlaku untuk gerak-gerak yang lain selain GLB dan GLBB? Jawabnya : YA. Bahkan bukan hanya untuk gerak lurus, tetapi untuk semua macam gerak. Andaikan grafik 4.7 memperli-hatkan laju v(t) sebuah benda sebagai fungsi waktu t. Kaidah umum mengatakan bahwa jarak tempuh benda dari saat t = t1 hingga t = t2 sama dengan luas wilayah pada grafik yang diarsir, yakni yang dibatasi oleh sumbu t, garis t = t1, garis t = t2 dan kurva v(t).

Contoh 8 : Sebuah benda yang dilepaskan atau dilempar vertikal ke atas dengan kecepatan awal tertentu dari suatu ketinggian akan mengalami gerak lurus berubah beraturan. Benda tersebut akan mengalami percepatan gravitasi bumi sebesar g berarah ke bawah yang besarnya tergantung pada posisi di muka bumi. Sebagai contoh, di puncak Himalaya, dengan ketinggian 8,8 km dari permukaan air laut, g = 9,8 m/dt2. Rata-rata di muka Bumi dengan ketinggian 0 km di atas air laut, g = 9,0 m/dt2. Dalam masalah ini sumbu-x dipasang vertikal dengan sumbu positif bearah ke atas. Andaikan sebagai titik pangkal x = 0 ditetapkan permukaan lantai. Oleh karena itu percepatan gravitasi diberikan oleh g = −g i karena arah g ke bawah. Bila benda dilepaskan begitu saja dari ketinggian h, maka x0 = h dan kecepatan awal v0 = 0. Oleh karena itu berdasarkan rumus umum persamaan (4.11), koordinat benda setiap saat diberikan oleh

x(t) = x0 + 0.t + (g/2)t2 = h − (g/2)t2. (4.13)

Kecepatannya diberikan oleh

v(t) = − gt i. (4.14)

(a) Kapan benda akan tiba di lantai? (b) Dan dengan laju berapakah ia menabrak lantai?

Jawab : (a) Tuliskanlah sebagai tL waktu benda menyentuh lantai. Pada saat itu koordinat benda adalah x(tL) = h − (g/2)tL2 = 0. Dari persamaan terakhir ini,

tL = .

(b) Oleh karena itu benda menabrak lantai dengan kecepatan

v(t) = − gtL i = g i = i.

Contoh 9 : Sebuah bola besi dilempar vertikal ke atas dari suatu tempat yang memiliki ketinggian h di atas tanah dengan kecepatan awal yang besarnya v0. (a) Apakah bola akan bergerak semakin cepat atau semkin lambat? (b) Kalau bola bergerak semakin lambat, kapan dia berhenti? (c) Berapakah ketinggian bola pada saat t? (d) Berapakah ketinggian bola pada saat berhenti? (e) Inikah ketinggian maksimum bola? (f) Berapakah waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke posisi awal?

Jawab : Sebagaimana contoh sebelumnya, kita pasang sumbu-x secara vertikal dengan arah positif ke atas. Situasinya berbeda hanya karena sekarang kecepatan awal tidak nol melainkan v0i. Percepatan tetap ke bawah sebesar g. Oleh karena itu dari persamaan (4.12) diperoleh

v(t) = v0gt. (4.15)

(a) Karena v0 dan g konstanta positif, maka laju bola yakni |v(t)| untuk t = 0 sampai t tertentu akan berkurang. Jadi, bola pada selang waktu tertentu bergerak semakin lambat. (b) Bola akan berhenti bila kecepatanya nol. Bila bola itu berhenti pada saat tst, maka

v(tst) = v0gtst = 0.

Ini sama artinya dengan v0 = gtst. Jadi, bola berhenti saat tst = v0/g.

(c) Ketinggian bola saat t diperoleh dari persamaan (4.11), yakni

x(t) = h + v0tt2. (4.16)

(d) Ketinggian bola saat ia berhenti dihitung dari persamaan (4.16) dengan t = tst = v0/g. Hasilnya adalah

x(tst) = h + v0 tst tst 2 = h + v0.(v0/g) − ( v0/g)2.

= h + .

(e) Persamaan (4.16) menunjukkan bahwa ketinggian bola sebagai fungsi waktu merupakan fungsi kuadrat. Koefisien dari t2, yakni −g/2 merupakan tetapan negatif. Oleh karena itu x(t) memiliki nilai maksimum. Jadi, bola memiliki ketinggian maksimum. Dan ketinggian saat berhenti itulah ketinggian maksimumnya.

(f) Dapat dibuktikan dengan mudah (untuk latihan) bahwa waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke posisi semula adalah v0/g setelah t = tst. Jadi, benda kembali ke posisi awal pada saat t = 2tst = 2 v0/g.

4.3 Gerak Pada Bidang

Sebuah benda dikatakan bergerak pada suatu bidang apabila lintasan benda itu terletak pada bidangitu. Dua contoh yang akan menjadi pokok perhatian kita pada bagian ini adalah gerak parabola (atau dikenal pula sebagai gerak peluru) dan gerak melingkar. Contoh yang lain adalah gerakan planet-planet mengelilingi matahari kalau dilihat dari matahari atau gerak bulan mengelilingi bumi dilihat dari bumi.



Text Box: Sumbu-y


Persoalan yang harus di atasi menyangkut cara menentukan posisi dari benda-benda yang bergerak pada bidang datar. Seperti pada pembicaraan terdahulu, persoalan yang menyangkut titik pangkal segera dapat diatasi dengan kesepakatan. Persoalan berikutnya berkaitan dengan koordinat seperti apa yang akan dipakai. Seperti diketahui, posisi titik-titik pada bidang datar tidak cukup dikoordinasi dengan sumbu-x saja, namun dibutuhkan pula sebuah sumbu yang lain. Sebutlah sumbu yang kedua ini sumbu-y. Kedua sumbu itu harus perpotongan saling tegak lurus pada titik nolnya masing-masing. Titik potong kedua sumbu itu harus diletakkan pada titik pangkal yang telah kita sepakati sebelumnya. Sumbu-x dan sumbu-y itu membentuk sistem koordinat yang kita sebut koordinat kartesius. Kemudian masih ada satu hal lagi yang harus disepakati, yaitu orientasi sistem koordinat itu. Pemilihan orientasi biasanya lebih didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan praktis. Setelah itu maka setiap titik pada bidang itu dapat ditunjuk secara tepat. Titik P dikatakan memiliki koordinat (x,y) bila proyeksi tegak lurus titik P pada sumbu-x menunjuk bilangan x pada sumbu-x dan proyeksi tegak lurus titik P pada sumbu-y menunjukkan bilangan y pada sumbu-y (lihat gambar 4.3). Titik-titik atau posisi-posisi pada bidang datar akan ditunjuk oleh vektor posisi yang memiliki dua komponen, masing-masing sepanjang sumbu-x dan sumbu-y. Titik P dengan koordinat (x,y) memiliki vektor posisi r = xi + yj. Vektor i merupakan vektor satuan ke arah sumbu-x positif dan vektor j vektor satuan ke arah sumbu-y positif.

Contoh 10 : Ambilah kertas A4. Ukuran kertas ini adalah 210 mm × 297 mm. Kita akan membicarakan titik-titik pada permukaan kertas A4 itu. Mari kita ambil titik pusat kertas, yaitu titik O, sebagai titik pangkal. Kita memiliki sekian banyak kemungkinan untuk meletakan atau mengorientasikan sumbu-sumbu kartesius kita. Kemungkinan pertama, misalnya kita sepakati bahwa sumbu-x memotong kertas itu membujur menjadi dua bagian yang sama dan tentu saja sumbu-y memotong kertas melintang menjadi dua bagian yang sama pula. Lihat gambar 4.4(a). Dalam sistem koordinat ini titik A di ujung kiri atas kertas itu memiliki koordinat (−146,5 mm, 105 mm). Oleh karena itu, vektor posisi titik A adalah rA = (−146,5 i + 105 j) mm. Kemungkinan orientasi sistem koordinat yang lain misalnya seperti ditunjukkan dalam gambar 4.4 (b). Pada sistem ini sumbu-x memotong diagonal utama kertas itu. Pada sistem koordinat yang terakhir ini, titik A memiliki koordinat (−181,9 mm, 0 mm) dan vektor posisinya adalah rA = (−181,9 i + 0 j) mm. Dari dua orientasi sistem koordinat itu, maka biasanya orang lebih memilih yang pertama. Mengapa?



Text Box: Sumbu-y


Kecepatan rata-rata dan kecepatan sesaat

Text Box: Sumbu-y Setelah persoalan menentukan posisi selesai maka kita siap membicarakan gerak pada bidang. Dua konsep yang harus kita pahami adalah konsep kecepatan dan konsep percepatan.

Andaikan sebuah benda bergerak pada bidang dengan sistem koordinat kartesius yang telah disepakati segala sesuatunya, baik titik pangkal maupun orientasinya. Gambar 4.5 menunjukkan lintasan benda itu pada bidang tempat ia bergerak. Andaikan pada saat t1 benda berada pada posisi r(t1) = x(t1) i + y(t1) j dan pada saat t1 benda berada pada posisi r(t2) = x(t2) i + y(t2) j. Maka kecepatan rata-rata benda dari saat t1 hingga t2, ditulis sebagai vrat, adalah perbandingan antara pergeseran r(t2) − r(t1) dengan interval waktu t2t1. Karena

r(t2) − r(t1) = [x(t2) − x(t1) ] i + [y(t2) − y(t1)] j,

maka

vrat = [r(t2) − r(t1)]/(t2t1) = i + j . (4.17)

Sekarang kita tinjau benda itu pada saat t dan pada saat t + Dt. Posisi benda pada kedua saat itu berturut-turut adalah r(t) dan r(t + Dt), dengan

r(t) = x(t) i + y(t) j dan r(t + Dt) = x(t + Dt) i + y(t + Dt) j.

Selama selang waktu Dt benda mengalami pergeseran

Dr(t) = r(t + Dt) − r(t) = [x(t + Dt) − x(t)] i + [y(t + Dt) − y(t)] j.

Dengan demikian kecepatan rata-rata benda itu dari saat t hingga t + Dt diberikan oleh

vrat = Dr(t)/ Dt = i + j.

Text Box: Sumbu-y


Bila interval Dt dipilih sekecil mungkin menuju nol maka x(t + Dt) mendekati x(t) dan demikian pula y(t + Dt) mendekati y(t). Artinya, x(t + Dt) − x(t) dan y(t + Dt) − y(t) pun menuju nol. Kecepatan benda pada saat t didefinisikan sebagai vektor

v(t) = vx(t) i + vy(t) j, (4.18)

dengan

vx(t) = dan vy(t) = .

Faktor vx(t) disebut komponen kecepatan ke arah sumbu-x dan vy(t) komponen kecepatan ke arah sumbu-y. Besarnya kecepatan benda atau laju benda diperoleh sebagai akar dari hasilkali skalar antara v(t) dengan dirinya sendiri (lihat kembali bab 3), yaitu

|v(t)| = [v(t)• v(t)]1/2 = [vx2(t) + vy2(t) ]1/2. (4.19)

Nilai inilah yang terbaca pada spedometer anda.

Percepatan

Sekarang kita pelajari bagaimana benda itu berubah kecepatannya. Bila pada saat t + Dt benda memiliki kecepatan sesaat v(t + Dt) = vx(t+ Dt) i + vy(t+ Dt) j, maka benda selama selang waktu Dt mengalami perubahan kecepatan senilai

Dv(t) = v(t + Dt) − v(t) = [vx(t+ Dt) − vx(t)] i + [vy(t+ Dt) − vy(t)] j.

Percepatan rata-rata benda selama selang waktu Dt adalah rasio antara Dv(t) dengan Dt. Percepatan rata-rata itu ditulis sebagai arat dengan

arat = i + j. (4.20)

Percepatan benda pada saat t didefinisikan sebagai vektor

a(t) = ax(t) i + ay(t) j, (4.21)

dengan

ax(t) = dan ay(t) = .

Berturut-turut disebut komponen percepatan ke arah sumbu-x dan komponen percepatan ke arah sumbu-y.

Contoh 11 : Sebuah kelereng bergerak pada suatu bidang yang padanya telah ditentukan sistem koordinat kartesius. Andaikan kita mengetahui posisi kelereng tersebut sebagai fungsi waktu sebagaimana diberikan oleh persamaan berikut

r(t) = [x0 + v0x.t] i + [y0 + v0y .t + t2] j,

dengan x0, y0, v0x, dan v0y merupakan tetapan-tetapan yang diberikan. (a) Di manakah kelereng tersebut berada pada saat t = 0? (b) Hitunglah kecepatan dan percepatan sesaat kelereng tersebut!

Jawab :

(a) Pada saat t = 0, maka kelereng berada pada titik dengan vektor posisi

r(0) = [x0 + v0x.0] i + [y0 + v0y .0 + 02] j = x0 i + y0 j.

Dengan kata lain pada saat awal, benda berada pada titik dengan koordinat (x0, y0).

(b) Dari ungkapan untuk r(t) di atas terlihat bahwa

x(t) = x0 + v0x.t dan y(t) = y0 + v0y .t + (a/2)t2.

Kalau ungkapan x(t) di atas kita bandingkan dengan ungkapan yang ada pada persamaan (4.10), maka dapat disimpulkan bahwa kelereng tersebut ke arah sumbu-x melakukan GLB dengan koordinat awal x0 dan kecepatan awal v0x. Oleh karena itu kecepatan dan percepatanya ke arah sumbu-x diberikan oleh

vx(t) = v0x dan ax = 0. (4.22)

Selanjutnya, kalau ungkapan y(t) di atas kita bandingkan dengan ungkapan yang ada pada persamaan (4.11), maka dapat disimpulkan bahwa kelereng tersebut ke arah sumbu-y melakukan GLBB dengan koordinat awal y0, kecepatan awal v0y dan percepatan a. Oleh karena itu, kecepatan dan percepatan ke arah sumbu-y diberikan oleh

vy(t) = v0y + at dan ay = a. (4.23)

Dari persamaan (4.21) dan (4.22) kita dapatkan

v(t) = v0x i + (v0y + at) j dan a = a j

berturut-turut sebagai kecepatan dan percepatan kelereng. Jadi, komponen percepatan ke arah sumbu-x sama dengan nol.

Gerak Parabola

Andaikan sebuah benda (misalnya peluru meriam) ditembakkan dari titik pangkal O(0,0) dengan kecepatan awal v(0) = v0 cosq i + v0 sinq j, dengan sumbu-x menempel mendatar di tanah dan sumbu-y tegak vertikal ke atas.

Dari ungkapan kecepatan awal ini, terlihat bahwa komponen kecepatan awal ke arah sumbu-x (mendatar) adalah vx(0) = v0 cosq dan ke arah sumbu-y (vertikal) adalah vy(0) = v0 sin q. Oleh karena itu

|v(0)| = = v0.

Jadi, besar kecepatan awal benda itu adalah v0. Vektor kecepatan awal membentuk sudut elevasi q terhadap sumbu-x atau tanah (lihat gambar 4.7).




Ke arah mendatar benda tidak mengalami percepatan, yakni ax = 0. Sementara ke arah vertikal (sumbu-y) benda dipengaruhi oleh gravitasi bumi sehingga benda itu akan mengalami percepatan sebesar g ke bawah. Jadi, ay = − g. Oleh karena itu, ke arah mendatar benda mengalami GLB dan ke arah vertikal mengalami GLBB. Hal ini mirip dengan yang telah dibicarakan pada contoh Contoh 11 kecuali bahwa

x0 = y0 = 0, v0x = v0cosq, v0y = v0sinq, dan ay = − g.

Oleh karenanya, koordinat benda pada saat t diberikan oleh

x(t) = (v0 cosq).t (4.24)

dan

y(t) = (v0 sinq).t − (g/2)t2. (4.25)

Komponen kecepatan benda ke arah sumbu-x dan sumbu-y berturut-turut adalah

vx(t) = v0 cosq (4.26)

dan

vy(t) = v0 sinq gt. (4.27)

Dari Contoh 9 benda akan berhenti pada saat t = v0sinq/g. Pada saat itulah benda mencapai ketinggian maksimum. Jadi, ketinggian maksimum, ditulis sebagai hmak, diberikan oleh

hmak = v0 sinq = . (4.28)

Dalam gambar 4.8 diperlihatkan lintasan benda untuk berbagai sudut elevasi : 30°, 45° dan 60°. Dalam gambar itu h30° berarti ketinggian maksimum untuk penembakan dengan sudut elevasi 30°. Demikian pula untuk h45° dan h60°.


Dari Contoh 9, benda kembali ke tanah pada saat t = tt = 2v0sinq/g. Oleh karena itu, jarak atau jangkauan tembakan, ditulis sebagai R, diberikan oleh

R = x(tt) = v0 cosq = = . (4.29)

Dengan kecepatan awal yang sama, maka jangkauan maksimum tercapai bila sin2q = 1. Ini terjadi bila q = 45° dengan jangkauan R45° = v02/g. Karena sin60° = sin120° = 0,86, maka R30° = R60° = 0,86 R45° (lihat gambar 4.8).

Gerak Melingkar

Seseorang naik sepeda motor pada sebuah sebuah lintasan (sirkuit) yang berubentuk lingkaran dengan jari-jari A. Sebuah lingkaran adalah tempat kedudukan titik-titik yang memiliki jarak yang sama dari sebuah titik tertentu (titik pusat). Jadi, jarak sepeda motor tersebut terhadap titik pusat lingkaran tempat ia bergerak selalu sama dari waktu ke waktu. Selain itu, kita andaikan bahwa spedometer pada motor tersebut menunjuk angka yang sama dari waktu ke waktu. Ini berarti bahwa laju speda motor tadi tetap, tidak tergantung pada waktu. Tetapi ini bukan berarti bahwa kecepatan speda motor itu tetap. Agar mudah kita pilih titik pusat lingkaran sebagai titik pangkal sistem koordinat kartesius. Adapun orientasinya kita pilih sedemikian rupa sehingga pada saat t = 0, sepeda motor berada pada tepat di sumbu-x, yakni titik (A,0). Posisi spedamotor setiap saat seperti kasus-kasus sebelumnya akan ditulis sebagai r(t) = x(t) i + y(t) j. Informasi yang penting dalam hal ini adalah bahwa jarak speda motor tersebut dari titik pusat O selalu sama yaitu sama dengan A. Jarak sepeda motor dari pusat koordinat tidak lain adalah besar vektor posisi sepeda motor itu. Jadi, |r(t)| = A atau

|r(t)|2 = r(t)• r(t) = x(t)2 + y(t)2 = A2. (4.30)

Maka kita harus mencari x(t) dan y(t) yang memenuhi persamaan (4.30). Misalkan

x(t) = A cos(wt) (4.31a)

dan

y(t) = A sin(wt), (4.31b)

dengan w suatu nilai yang mungkin masih tergantung pada t, maka persama-an (4.30) dipenuhi sebab

A2 sin2(wt) + A2 cos2(wt) = A2.

Tetapi, misalkan

x(t) = A sin(wt) (4.32a)

dan

y(t) = A cos(wt), (4.32b)

maka persamaan (4.30) pun dipenuhi ju-ga. Lalu manakah dari kedua kemung-kinan itu yang harus diambil? Masih ada satu hal lagi yang hendak digunakan sebagai pertimbangan. Apa itu? Syarat awal bahwa pada saat t = 0 sepeda motor harus di titik (A,0) yang sama artinya dengan x(0) = A dan y(0) = 0. Dengan pertimbangan ini maka kemungkinan pertamalah (yakni persamaan (4.31)) yang dipilih. Jadi, posisi sepeda motor itu pada setiap saat t diberikan oleh

r(t) = A cos(wt) i + A sin(wt) j. (4.33)

Agar sesuatunya tampak lebih sederhana, untuk sementara, kita anggap w nilainya tetap. Arah putaran tergantung dari tetapan w ini. Jika w positif, maka arah perputaran berlawanan dengan arah berputarnya jarum jam. Jika w negatif, maka arah perputaran sesuai arah perputaran jarum jam.

Dari pembicaraan yang terdahulu, untuk menentukan kecepatannya setiap saat, kita harus mengitung

= =

dan

= =

untuk Dt yang sangat kecil menuju nol. Masalah ini agak sedikit pelik dan untuk saat ini barangkali anda belum pernah mempelajarinya dalam pelajaran matematika. Oleh karena itu, untuk sementara, anda diminta percaya saja apa yang hendak dikatakan di sini. Untuk Dt yang sangat kecil menuju nol,

= = −Aw sin(wt)

dan

= = Aw cos(wt).

Oleh karena itu kecepatan sepeda motor itu diberikan oleh

v(t) = Aw sin(wt) i + Aw cos(wt) j. (4.34)

Komponen kecepatan ke arah sumbu-x dan ke arah sumbu-y berturut-turut adalah

vx(t) = −Aw sin(wt) dan vy(t) = Aw cos(wt).

Kecepatan v(t) ini dikenal sebagai kecepatan singgung atu tangensial atau linier. Hal yang menarik adalah besarnya kecepatan v(t). Besar kecepatan ini dihitung menurut

|v(t)| = {[−Aw sin(wt)]2 + [Aw cos(wt)]2}1/2

= [A2w2 (sin2wt + cos2wt)]1/2

= Aw. (4.35)

Terlihat bahwa besarnya kecepatan singgung merupakan tetapan jika w dipilih tidak tergantung waktu. Besarnya vektor kecepatan tidak lain adalah laju sepeda motor itu, yakni apa yang ditunjukan oleh jarum pada spedometer selama sepeda motor itu bergerak melingkar. Selanjutnya laju sepeda motor akan ditulis sebagai v. Jadi, v = |v(t)| = Aw. Gerak melingkar dengan laju singgung yang tetap disebut gerak melingkar beraturan.

Hal lain yang menarik adalah arah kecepatan linier v(t). Vektor ini selalu tegak lurus terhadap vektor posisi sepeda motor. Hal ini mudah sekali dibuktikan, yakni dengan mengambil hasil kali skalar antara v(t) dengan r(t).

v(t) • r(t) = [−Aw sin(wt) i + Aw cos(wt) j][A cos(wt) i + A sin(wt) j]

= (−Aw sin(wt) i)( A cos(wt) i) + (−Aw sin(wt) i)( A sin(wt) j)

+ (Aw cos(wt) j)( A cos(wt) i) + (Aw cos(wt) j)( A sin(wt) j)

= −A2w sin(wt)cos(wt) (i•i) − A2w2 sin2(wt) (i •j) + A2w2 cos2(wt) (j •i)

A2w sin(wt)cos(wt) (j•j)

= −A2w sin(wt)cos(wt) + A2w sin(wt)cos(wt)

= 0,

sebab i•i = j•j = 1 dan i•j = j•i = 0. Jadi, karena v(t) • r(t) = 0, maka v(t) ^ r(t).

Berikutnya, kita akan mempelajari makna tetapan w. Untuk itu perlu dipahami dahulu pengertian keliling lingkaran. Telah diketahui bahwa sebuah lingkaran yang berjari-jari A memiliki keliling sebesar K = 2pA. Perhatikan gambar 4.10. Panjang busur l

berbading lurus dengan sudut pembuka busur q. Semakin besar q semakin panjang l. Jika q diperbesar dua kali, maka l menjadi dua kali lebih panjang. Panjang busur maksimum tercapai bila q sama dengan 360°. Panjang busur maksimum tidak lain adalah keliling lingkaran. Sekarang akan kita definisikan satuan sudut yang dikenal dengan radian atau rad. Satu radian atau 1 rad adalah besarnya sudut pembuka suatu busur sedemikian rupa sehingga panjang busur sama dengan jari-jari lingkaran. Jadi, satu radian adalah sudut q sedemikian rupa sehingga l = A. Oleh karena itu, dua radian adalah sudut q sedemikian rupa sehingga l = 2A. Dan q radi-

an adalah sudut q sedemikian rupa sehingga l = qA. Jadi, kalau sudut q diukur dalam radian, maka berlaku persamaan q = l/A. Ada berapa radiankah 360°? Sudut 360° berkaitan dengan panjang busur K = 2pA. Jadi, 360° setara dengan sudut K/A = 2p rad.

Waktu yang dibutuhkan oleh sepeda motor untuk bergerak sepanjang lingkaran satu kali putaran disebut periode dan ditulis sebagai T. Jadi, dalam selang waktu selama T itu sepeda motor menempuh sudut sebesar 2p radian. Kalau dalam selang waktu selama T sepeda motor menempuh sudut sebesar 2p radian, maka tiap satu satuan waktunya sepeda motor menempuh sudut sebesar 2p/T (karena laju sepeda motor itu tetap). Karena laju singgung berarti panjang lintasan yang ditempuh tiap satuan waktu, maka satu kali putaran akan ditempuh dalam waktu

T = = = . (4.36)

Persamaan (4.35) memberitahu kita bahwa

w = . (4.37)

Jadi, w adalah sudut (dalam radian) yang ditempuh oleh sepeda motor tiap satuan waktu. Besaran w disebut laju sudut.

Sebagai vektor, kecepatan linier v(t) berubah dari waktu ke waktu walaupun besarnya tetap. Oleh karena itu sepeda motor mengalami adalanya percepatan. Untuk menghitung percepatan ditinjau kecepatan sepeda motor pada saat t dan pada saat t + Dt dan menghitung

= =

dan

= =

untuk Dt yang sangat kecil menuju nol. Dengan melalui perhitungan yang belum perlu disajikan di sini, diperoleh bahwa

= −Aw2 cos(wt) dan = −Aw2 sin(wt),

untuk Dt yang sangat kecil menuju nol. Ini tidak lain adalah komponen percepatan ke arah sumbu-x dan ke arah sumbu-y. Jadi, komponen percepatan ax dan ay berturut-turut diberikan oleh

ax = −Aw2 cos(wt) (4.38)

ay = −Aw2 sin(wt), (4.39)

serta

a(t) = −Aw2 cos(wt) iAw2 sin(wt) j. (4.40)

Dari persamaan (4.39) ini nyatalah bahwa

a(t) = −w2(A cos(wt) i + A sin(wt) j) = −w2r(t). (4.41)

Persamaan terakhir ini menunjukkan bahwa percepataan a(t) arahnya berlawanan dengan vektor posisi r(t) karena skalar −w2 selalu negatif. Jadi, a(t) arahnya selalu ke pusat dan besarnya diberikan oleh

|a(t)| = |−w2r(t)| = w2|r(t)|.

Padahal |r(t)| = A. Oleh karena itu, |a(t)| = w2A, yakni bahwa |a(t)| tetap. Dan mengingat persamaan (4.35) didapatkan

|a(t)| = .

Percepatan a(t) ini disebut percepatan sentripetal dan hendak ditulis sebagai as(t). Jadi, besarnya percepatan sentripetal as memenuhi

as = . (4.42)

“Soal adalah miniatur persoalan nyata di dunia keseharian anda. Mengerjakan soal latihan berarti latihan menyelesaikan persoalan nyata keseharian anda.“